Kumpulan Cerita Sex 2018 Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah
beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang
anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu
berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua
sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang
hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara
menjelang senja mereka pulang.
Suamiku sebagai seorang usahawan
memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat
suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah
hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah
kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang
bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar
negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah
itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam
pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar
negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila
suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar
negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku
tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku
kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang
melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena
supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa
kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di
dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke
dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar
menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu
kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat
pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna
hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada
tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku
melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke
cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang
dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat
pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil
kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih
menonjol dengan kencangnya.
Kemudian kuperhatikan bagian atas
tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan
bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu
di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi
kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada
kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku
yang tadi lupa kututup.
“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas
kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang
hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat
jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja
di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup
angin kesana kemari.
Detik demi detik tubuh supirku semakin
dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin
berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai
mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat
apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang
tidurku.
“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Jangan..!”
jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku
menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas
ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung
menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.
Aku terus
berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam
himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua
tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat
supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai
aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan
membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat
dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya
hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan
celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun
aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk
menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil
menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha
merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat
hingga tidak dapat bergerak lagi.
“Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya
supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya.
Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga
lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan
menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian
dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia
mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku
berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya
kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan
kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang
mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.
“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak
pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan
mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara
nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang
betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam
berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali
BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi
malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus
mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku
merinding dan geli.
Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri
lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh
polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku
melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku
kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang
lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak
perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan
pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan
terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya
meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih
bersih itu.
“Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
“Ouh..
zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta
seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan
kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
“Mass..
Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan
mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir
vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke
atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan
sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung
telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa
berdenyut-denyut, gatal dan geli.
Tangannya yang terus meraba
dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku
jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak
pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan
sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang
kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra,
menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut
masing-masing.
“Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah
berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu
tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan
kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada
henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum
itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit
kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.
Entah
mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal
bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa
sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali
datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan
pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang
sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang
melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas
ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir
vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat
serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan
rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur
nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri
berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir
vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling
sensitif itu.
“Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..”
rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli
yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu.
Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan
jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek
isi dalamnya.
“Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar
Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang
setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa
hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya
bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris
lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan
kenyal itu.
“Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..”
bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah.
“Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda
yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk
belahan bibir vaginaku.
“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah..
sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat
sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.
Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong
kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.
Beberapa saat
lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak
bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku
penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk
lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati
gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa
bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan
cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai,
“Ouhh..”
Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu
nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang
kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula
dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.
“Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
“Kamu
gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku
lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Tenang
bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama
dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu
Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih
tenang lagi.
“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu
Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama
merencanakannya.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku
langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh
supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi
dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya,
namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan
organsime dua kali.
“Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti
saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung
menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping
tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan
dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik
berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang
tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar
mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air
dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang
sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu
Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga
tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata
supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia
mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang
seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux
cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia
mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku,
perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke
buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus
menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang
memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut
buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu
naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku,
kemudian turun lagi ke lenganku.
“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan
telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan
kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah
dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu
menjadi semakin berbusa.
Setelah memandikan tubuhku lalu dia
pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap
bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku
lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang
masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
“Saya
akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit
handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku
tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak
pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan
suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan
aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun
untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak
kudapatkan lagi.
Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada
rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku
yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun
dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku
cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya
dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat
serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada
teralis ranjang.
“Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya,
lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma
tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum
hujan tadi turun!” kata supirku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
Mulanya
aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang
memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi
sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga
rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
“Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
Kalau
saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya
Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.
“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Aku
tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku
diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang
kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku
diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang
membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku
pertama kali menikah dengan suamiku.


0 komentar:
Posting Komentar